PERNIKAHAN

dan tawa riang. Mereka begitu sayang, dan perhatian pada bayiku. Bahkan memberikan nama untuknya, Abel. Namun tidak bagi mertuaku. Mulai aku masuk rumah sakit, sampai Abel muncul melihat dunia dan aku sudah dirawat di rumah pun, mereka tidak datang menjenguk. Sempat kulihat siratan kecewa di wajah Dedi, meskipun dia mencoba menyembunyikannya dariku. Aku tahu, dan dia tidak sadar akan hal itu. Tapi pada suatu malam, aku melihat Dedi gelisah. Tak seperti biasanya. Sebentar-sebentar duduk, kemudian
berdiri. Menghabiskan beberapa menit di teras rumah, sambil menghisap sebatang

“Capekku tak sebanding dengan kebahagiaan yang kurasakan saat ini. Karena aku memiliki kamu, dan nantinya anak dalam perutmu. Anak kita,” begitu ucap Dedi sambil membuka dasterku, kemudian menciumi perutku yang terlihat besar. Kecupan di kening dan bibir pun tak pernah ia lupakan, sebelum akhirnya kami berdua berlayar dalam samudera mimpi. Beberapa bulan kemudian, anak dalam perutku lahir. Anak laki-laki, dan sangat lucu. Namun masih sulit melihat wajahnya mirip siapa. Mirip“ akukah, atau Dedi? Sukacita pun kami rasakan
berdua saat itu. AW... “Aku jadi ayah sekarang.. ., ”ucap memelukku sangat erat.
Begitu pula kedua orangtuaku. Memang awalnya mereka setengah hati memberi restu pada pernikahan kami. Tapi menjadi berbeda, setelah bayi
itu lahir. Sisa-sisa es yang masih membeku dalam hati mereka saat itu, juga mencair dengan canda.

Dedi tidak menjawab. Dia hanya menarik nafas panjang, kemudian mendleh kearahku dengan senyumnya. “Tidak ada, Mah,” ujarnya sambil menggelengkan kepala. *
“Jangan bohong, Yah.. Aku dapat merasakan itu. Tidak seperti biasanya? Ayah terlihat gelisah.” ”
Dedi diam sejenak. “Soal orangtua… ”Cap dia lirih. Dan tanpa kuduga kedua tanggannya telah memegangku 
    

http://www.weddingringsinc.com/

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar